Rabu, 26 Oktober 2011

Sang Pemburu Berita

Sang Pemburu Berita


Tokoh di Balik Kerusakan Indonesia - 13

Posted: 24 Oct 2011 05:44 PM PDT

Pater Beek.
Tak perlu meragukan kelicikan, kecerdasan dan kehebatan Pater Beek dalam menyusun sebuah strategi. Serpak terjang Partai Komunis Indonesia (PKI) yang begitu intens untuk menjadikan Indonesia sebagai 'saudara' China dan Uni Soviet, membuat semua agen CIA, termasuk Beek, mencari momentum untuk memukul balik partai yang keberadaannya didukung Presiden Soekarno itu. Terlebih karena pada awal 1965, para buruh yang telah direkrut PKI menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat.

Lalu beredar beragam isu yang membuat politik Indonesia makin membara. Yang signifikan adalah isu pembentukan Dewan Jendral, isu tentang ketidakpuasan beberapa petinggi Angkatan Darat terhadap Soekarno, dan berniat untuk menggulingkannya. Soekarno disebut-sebut sempat memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan mengadili para jenderal itu. Namun siapa sangka, isu inilah yang menjadi pemantik peristiwa dahsyat dalam sejarah Indonesia; G-30/S PKI pada 30 September 1965 malam hingga 1 Oktober 1965 dinihari.

Dalam kejadian ini, enam jenderal dibunuh dan mayatnya dicemplungkan ke dalam sumur tua di Lobang Buaya, Jakarta Timur. Dalam buku-buku sejarah yang diterbitkan saat era Orde Baru, disebutkan bahwa PKI lah pelaku utama peristiwa itu dalam rangka mengambil alih kekuasaan. Apalagi karena menjelang kasus itu meledak, semua anggota PKI, termasuk yang di daerah-daerah, telah mengetahui akan adanya kejadian itu.

Namun, jika merujuk pada artikel Jos Hagers yang diterbitkan De Telegraaf, jelas sekali kalau kasus ini bisa jadi akibat ulah Beek. Apalagi karena selain Beek telah memiliki pion di Angkatan Darat, isu Dewan Jenderal juga menyebut-nyebut kesatuan itu.

Yang lebih menarik, seperti diungkap Richard Tanter, Beek telah menyiapkan sejumlah langkah setelah kasus itu meledak. Begini kata Tanter;

"Pada periode menjelang peristiwa 1965, (Pater) Beek sudah mengantisipasi soal perebutan kekuasaan oleh kaum komunis dan ia terlibat dalam persiapan gerakan Katolik bawah tanah. Dalam periode akhir Demokrasi Terpimpim, Djikstra juga terlibat dalam ormas-ormas Pancasila yang anti-komunis. (Pater) Beek dan sekutunya dalam gerakan ini membangun koperasi-koperasi berbasiskan di desa, koperasi simpan pinjam, bank, dan lain sebagainya. Tiap jaringan anti-komunis tersebut memiliki koordinator untuk masalah-masalah sosial. Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) juga menjadi bagian basis gerakan serta aktivitas kader-kader mereka. Fokus utama Beek adalah pada pelatihan bagi aktivitas-aktivitas semacam itu, dan bukannya keterlibatan secara langsung".

Dalam buku 'Pater Beek, Freemason dan CIA', Sembodo mengatakan, mereka yang digerakkan Beek untuk membentuk organisasi-organisasi itu adalah para mahasiswa Katolik yang telah dipersiapkan melalui Kasbul. Bahkan sebagai tindak lanjut, pada 3 Oktober 1965 para mahasiswa itu membentuk Kesatuan Aksi Pengganyangan GESTAPU (KAP-GESTAPU) yang pada 23 Oktober 1965 berganti nama menjadi Front Pancasila. Ketua umumnya Subchan Z.E, dan sekjennya Harry Tjan Silalahi, salah seorang kader Beek.

Setelah Front Pancasila terbentuk, organisasi-organisasi lain juga terbentuk. Di antaranya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI). Bersama Front Pancasila, organisasi-organisasi melakukan demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI dan semua organisasi underbouw-nya. Tuntutan mereka dipertegas dalam resolusi Front Pancasila saat menggelar Rapat Raksasa Pengganyangan Kontra Revolusi pada 9 November 1965 di Lapangan Banteng, Jakarta. Resolusi ini antara lain berisi tuntutan agar PKI dibubarkan dan tokoh-tokohnya diajukan ke pengadilan. Resolusi diserahkan secara langsung kepada wakil pemerintah yang hadir di tempat itu.

Dari semua organisasi mahasiswa tersebut, yang paling fenomenal adalah pembentukan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) karena organisasi yang dibentuk pada 25 Oktober 1965 ini merupakan organisasi yang dibentuk berkat kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb. Organisasi-organisasi tersebut adalah HMI, PMII, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapacas), dan Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI). 'Bermainnya tangan' Beek di organisasi ini terlihat dari dominasi kader pastur itu di organisasi ini. Bahkan ketua presidium organisasi ini adalah kader orang itu, yakni Cosmas Batubara.

Sembodo menegaskan. Cosmas termasuk kader Beek yang giat menggalang aksi mahasiswa untuk mempercepat tergulingnya Soekarno dan hancurnya PKI. Sembodo bahkan berani menyebut bahwa KAMI lah organisasi yang menjadi poros utama Beek untuk menciptakan puting beliung yang menghancurkan Soekarno dan komunis.


Masih menurut Sembodo dalam buku 'Pater Beek, Freemason dan CIA', Van den Heuval dalam laporan-laporannya menjelaskan, Beek mulai menggalang kekuatan mahasiswa sejak mengajar di Universitas Admajaya. Dari sini lah ia membangun sel-sel di kalangan mahasiswa karena menyadari, selain tentara, mahasiswa merupakan kekuatan besar yang dapat digerakkan. Terbukti, ketika para pendukung Soekarno, terutama tentara, bereaksi, mahasiwa lah yang dikerahkan untuk memukul balik reaksi itu.

Peranan Beek dalam pengorganisasian mahasiswa untuk menggulingkan Soekarno dibenarkan ISAI melalui hasil investigasinya yang dipublikasikan dalam buku berjudul 'Bayang-bayang PKI'. Dalam buku itu tertulis begini;


"Selama bertahun-tahun Pater Beek memang telah menghimpun dan membina anak-anak muda, terutama mahasiswa, untuk ditempa sebagai kekuatan anti-komunis. Basis utamanya adalah PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) yang saat itu merupakan underbouw Partai Katolik. Tokoh-tokoh PMKRI pula yang kemudian banyak terlibat dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Dengan pengaruh dan jaringan anti-komunis yang kuat itu, tak heran banyak dugaan bahwa Pater Beek memainkan peranan penting dalam gerakan anti-komunis. Antara lain, ia sering disebut-sebut sebagai penghubung antara AD dengan CIA".
(bersambung …)

Sejumlah Madrasah di Jatim Diajar Guru Tambahan dari AS??

Posted: 24 Oct 2011 05:33 PM PDT

Peace Corps, sebuah lembaga relawan di Amerika Serikat (AS), mengerahkan personilnya untuk menjadi guru tambahan di sejumlah madrasah dan sekolah negeri di Jawa Timur (Jatim). Materi yang mereka ajarkan adalah pemahaman soal AS, dan budaya serta karakter masyarakat Indonesia. Mereka telah 19 bulan mengajar di sekolah-sekolah itu.

Seperti dilansir VIVAnews, salah seorang relawan, Angela Boey, 25, yang mendapat tugas mengajar di Madrasah Aliyah Negeri Telogo, Blitar, mengaku awalnya kesulitan menghadapi para siswa. Salah satu masalah siswa di sekolah tersebut, kata Angela, adalah rasa tidak percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Inggris.

"Mereka tidak cukup berani untuk berbicara bahasa Inggris. Akhirnya setelah melihat saya mencoba berbicara bahasa Indonesia dengan banyak kesalahan, mereka mulai sadar, kalau manusia melakukan kesalahan," kata Angela pada sebuah Roundtable Discussion di Jakarta, Senin 24 Oktober 2011.

"Tugas saya adalah menanamkan hasrat mereka untuk berbicara, belajar dan membaca dalam bahasa Inggris," lanjut Angela lagi.

Mengajar di madrasah, Angela mengaku mendapatkan pengetahuan banyak soal agama Islam dan masyarakatnya di Indonesia. Wanita keturunan Malaysia ini mengaku tidak tahu banyak soal Islam. Dari informasi yang dia peroleh di televisi, Islam itu penuh dengan peperangan dan beberapa bahkan radikal.

"Berada di Indonesia memberikan saya pemahaman bahwa Islam sebenarnya tidak seperti itu," jelas Angela.

Pengalaman yang sama juga dialami oleh Travis Bluemling yang mengajar di SMA Negeri Candipuro, Lumajang. Pria 27 tahun ini mengaku justru belajar banyak dari bekerja mengajar di Indonesia. Travis mengatakan bahkan sempat mengikuti tradisi berpuasa dan beribadah secara Islam untuk memahami lebih dalam kebudayaan setempat.

"Saya juga sempat mengunjungi beberapa daerah di Indonesia yang sangat indah. Saya berencana mengunjungi seluruh wilayah di Indonesia sebelum pulang ke Amerika," kata Travis yang mengaku keranjingan makan pecel ini.

Pengajar lainnya, Giovana Bocanegra, mengaku kagum dengan sikap toleransi yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Wanita 23 tahun yang mengajar di SMA Negeri Dringu, Probolinggo, mengatakan nilai-nilai inilah yang nantinya akan dia bawa dan ceritakan kepada masyarakat di AS.

"Saya akan menceritakan toleransi, kebudayaan, komunitas keagamaan, dan jalan hidup masyarakat Indonesia yang luar biasa," kata Giovana, penggemar bakso.

Bertukar budaya

Wakil Direktur Peace Corps, Carolyn Hessler-Radelet, mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu negara tujuan para relawan di Amerika Serikat. Salah satu tujuan utama dari program ini, ujarnya, adalah memperkenalkan budaya AS di Indonesia dan membawa budaya Indonesia kepada masyarakat AS.

"Para relawan ini akan meninggalkan sebagian diri mereka di Indonesia, dan memperkenalkan Indonesia di AS. Mereka nantinya ibarat duta besar warga Indonesia," kata wanita yang akrab disapa Carrie ini.

Carrie mengatakan saat ini terdapat 43 relawan asal AS yang mengajar di berbagai wilayah di Jawa Timur. Dalam sembilan bulan ke depan, akan terdapat sekitar 70-75 relawan tambahan yang mengajar bukan hanya di Jatim, rencananya juga akan diperluas ke Jawa Barat, Banten, dan Sulawesi Selatan.

"Ini adalah bentuk kerja sama antar masyarakat kedua negara yang merupakan bagian dari perjanjian comprehensive partnership yang dicanangkan oleh Presiden Barack Obama," kata Carrie.

Ini adalah kali pertama dimulainya kembali program relawan Peace Corps di Indonesia. Sebelumnya, program Peace Corps di Indonesia sempat terhenti pada tahun 1965 karena situasi yang tengah memanas kala itu. Akhirnya pada 2010, program dilanjutkan setelah situasi Indonesia dinilai aman.

Saat ini, terdapat lebih dari 8.000 relawan Peace Corps di 77 negara di dunia. Para relawan akan bekerja selama 27 bulan di negara tujuan. Selain pendidikan, bidang lain yang menjadi gugus tugas Peace Corps adalah dalam bidang kesehatan, pengembangan bisnis, pertanian, dan pengembangan pemuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar