Sang Pemburu Berita |
Yahudi Rusak Sendi-sendi Kehidupan Goyim - 3 Posted: 26 Jun 2012 07:30 PM PDT Agama Islam merupakan agama penyempurna agama-agama Samawi sebelumnya yang di era sebelum Nabi Isa As hanya disebut sebagai agama Tauhid saja, dan di era Nabi Isa As disebut Nasrani. Dalam surah Al Maidah ayat 3, Allah berfirman; "Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu". Kedatangan Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi terakhir dan penutup telah tercantum dalam kitab-kitab terdahulu yang diturunkan kepada Nabi Musa As, Nabi Daud As, dan Nabi Isa As, yakni Taurat, Zabur dan Injil. Bahkan dalam literatur Islam disebutkan bahwa ketika Allah SWT menikahkan Nabi Adam As dengan Siti Hawa, maharnya adalah 10 kali shalawat untuk Nabi Muhammad Saw (sebagai rujukan, KLIK DI SINI). Perpecahan agama Islam bermula pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, setelah Rasulullah SAW wafat. Sejumlah sejarawan dan ulama meyakini ada lima sebab pecahnya agama ini (sebagai rujukan, KLIK MULAI DARI SINI). Pertama, ghuluw atau bersikap berlebihan terhadap sesuatu yang terkait dengan Islam. Misalnya kaum Syi'ah yang terlalu berlebihan dalam mencintai Ali bin Abi Thalib, sahabat Rasulullah SAW, dan aliran Khawarij yang terlalu berlebihan dalam memahami dan menyikapi ayat wa'id (ancaman) dalam Al-Qur'an, sehingga golongan ini mengkafirkan umat Islam yang melakukan dosa besar. Kedua, karena membantah bid'ah dengan bid'ah semisal. Contohnya golongan Murji'ah yang meng-counter pendapat Khawarij yang mengkafirkan umat Islam yang melakukan dosa besar, namun akhirnya malah memunculkan bid'ah baru berupa anggapan bahwa pelaku dosa besar tetap seorang mukmin dengan tingkat keimanan yang sempurna. Padahal iman manusia dapat mengalami pasang surut yang tercermin dari perilaku dan perbuatannya. Ketiga, karena pengaruh dari luar Islam. Golongan Syi'ah misalnya. Golongan ini muncul akibat gagasan Abdullah bin Saba', seorang Yahudi, yang sengaja diselundupkan ke kalangan umat Islam untuk memecah belah umat Muhammad tersebut. Golongan Jahmiyah digagas oleh Ja'd bin Dirham, juga orang Yahudi. Sekte Jabariyah didirikan oleh dua orang Yahudi, yakni Ja'd bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Sedang Wahabi, menurut buku Catatan Sorang Mata-mata dan buku berjudul Persekongkolan Menghancurkan Islam, hadir di muka bumi berkat rekayasa Inggris melalui agen rahasianya yang bernama samaran Hempher. Dan seperti kita tahu, seperti halnya Amerika, kelompok Yahudi seperti Freemasonry juga mengendalikan negara itu. Keempat, karena lebih mengedepankan akal dibanding iman dan naqi (dalil). Golongan Mu'tazilah adalah salah satu golongan yang memahami Islam dengan lebih mengedepankan akal. Kelima, karena pengaruh filsafat Yunani yang diterjemahkan. Golongan Mu'tazilah juga termasuk golongan yang terpengaruh filsafat Yunani ini. Pengaruh ini terlihat jelas pada fikrah (pemikiran) dan pemahaman golongan ini tentang Islam. Syaikh Ghalib bin Ali Al-'Iwaji mempertajam penyebab perpecahan umat Islam ini dengan menambahkan beberapa sebab, yakni ; 1. Adanya ulama yang berakidah menyimpang. 2. Kebodohan yang merajalela di antara kaum muslimin. 3. Tidak memiliki standar pemahaman yang benar. 4. Adanya ikhtilaf yang didasari hawa nafsu . 5. Rasa ashabiyah (fanatik golongan). 6. Adanya hasad (kedengkian) dalam hati. 7. Adanya kecenderungan untuk menumbuhsuburkan bid'ah dan hawa nafsu. 8. Sikap mempertuhankan akal dan menomorduakan naqi (dalil). Ketika zaman Rasulullah SAW, umat Islam bersatu karena mereka senantiasa dibimbing oleh wahyu yang diterima Rasulullah SAW, sehingga dapat satu akidah, satu fikrah, dan satu jama'ah. Jika ada perselisihan atas suatu permasalahan, dapat langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Hal ini dikuatkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam buku Miftahu Sa'adah yang ditulisnya. Dalam buku ini ia mengatakan; "Sesungguhnya para sahabat yang hidup pada zaman Nabi berada dalam satu akidah, karena mereka mendapati masa-masa turunnya wahyu. Mereka dimuliakan karena persahabatannya dengan Rasul, dan dihilangkan keraguan dan prasangka dari dada mereka." Mulai terpecahnya umat Islam pada zaman Khalifah Utsman bin Affan dipicu oleh tindakan Khalifah yang mengangkat beberapa orang kerabatnya menjadi pejabat, termasuk menjadi gubernur. Tindakan ini dimanfaatkan Abdullah bin Saba' untuk menghasut kaum muslimin dengan mengatakan bahwa Utsman telah melakukan praktek kolusi, dan layak untuk dipermasalahkan. Sekelompok umat muslim, termasuk di dalamnya kelompok Qura', termakan hasutan ini, dan melalui serangkaian campur tangan Abdullah bin Saba', Utsman pun dibunuh. Inilah peristiwa berdarah pertama yang terjadi dalam sejarah Islam dimana kaum muslimin membunuh sesamanya. Sepeninggal Utsman, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Kerabat, sahabat dan para pendukung Utsman meminta Ali agar segera menghukum para pembunuh Utsman, namun Ali mengabaikan karena ia ingin membenahi dahulu pemerintahannya sebelum menangani kasus pembunuhan tersebut.
Perang berkecamuk selama berhari-hari, dan ketika pasukan Ali nyaris meraih kemenangan, dalam keadaan terdesak Gubernur Mesir Amru bin Ash yang menjadi sekutu Muawiyah dalam peperangan itu, mengangkat Mushaf Al-Qur'an dengan tombak sebagai tanda mengajak berdamai. Ali dan komandan pasukannya, Malik Ibnu Asytar, menolak karena ajakan itu dinilai tak pantas mengingat Mushaf Al-Qur'an adalah benda suci yang harus diperlakukan dengan baik, namun sebagian anggota pasukannya, termasuk para tokoh kelompok Al-Qura' yang menjadi mitra koalisi dalam perang tersebut, seperti Mis'ar bin Fadki At-Tamimi, Zaid bin Hushain Ath-Thai, mendesak agar tawaran damai diterima. Kelompok ini bahkan mengancam akan memperlakukan Ali seperti yang telah mereka lakukan terhadap Utsman. Ali menerima tawaran damai dengan terpaksa dan berniat mengutus Abdullah bin Abbas atau Malik Al-Asytar untuk melakukan perundingan damai dengan kubu Muawiyah, namun kelompok Qura' dan anggota pasukan yang menyetujui ajakan damai, meminta agar Abu Musa Al-Asy'ari saja yang dikirim. Ali pun mengalah. Perundingan yang berlangsung di Daumah Al-Jandal ini berlangsung alot karena belangsung hingga enam bulan, mulai dari bulan Shaffar hingga Ramadhan 37 H. Kubu Muawiyah diwakili oleh Amru bin Ash. Setelah perundingan selesai, kelompok Al-Qura' yang tak lepas dari intervensi Abdullah bin Saba', berbalik sikap. Jika semula mereka yang mendorong terjadinya tahkim (perdamaian), kini mereka menentangnya dengan dalih bahwa tahkim tersebut salah karena Ali berada pada pihak yang benar, sehingga hukum Allah terkait dengan Perang Shiffin telah jelas. Mereka meneriakkan la hukma illa lillah (tidak ada hukum kecuali hukum Allah), dan meminta Ali mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya, serta mengaku kalau ia telah kafir. Mereka bahkan mendesak agar tahkim dibatalkan. Ali tentu saja menolak semua tuntutan itu, karena jika ia membatalkan tahkim, berarti ia mengingkari janji, dan ia juga tak mungkin mengakui dirinya telah kafir karena ia tidak pernah berbuat musyrik. Marah karena semua tuntutannya ditolak, berkat dorongan Abdullah bin Saba', kelompok Al-Qura' dan anggota pasukan Ali yang mendukung sikap kelompok ini, meninggalkan kamp Ali di Kufah dan pergi ke desa Harura yang berlokasi tak terlalu jauh dari Kufah. Orang-orang ini kemudian dikenal sebagai golongan Al-Haruriyah, sesuai dengan nama desa yang mereka tempati. Mereka juga kemudian membentuk sebuah organisasi dan mengangkat Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi sebagai pemimpinnya. Karena meninggalkan kubu Ali, kelompok ini kemudian dikenal dengan nama golongan Al-Khawarij, bentuk jamak dari Khariji (yang keluar). Ini lah firqah (golongan) sesat pertama dalam Islam. Ini dibenarkan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah dengan pernyataannya, bahwa "Ahlul Bid'ah yang pertama kali keluar dari Jama'ah Muslimin adalah firqah Khawarij." Syi'ah awalnya adalah sebuah kelompok yang mengaku sebagai pengikut setia Khalifah Ali bin Abu Thalib, namun berkat "campur tangan" Abdullan bin Saba', kelompok ini akhirnya malah menganggap Ali sebagai Nabi, bahkan akhirnya menganggap dia sebagai Tuhan. Ali sempat ingin membunuh Yahudi asal Yaman ini, namun tak jadi karena sahabat Ali, Abdullah bin Abbas, melarangnya. Ali akhirnya membuang Abdullah bin Saba' ke Madain, namun justru dari sinilah Abdullah bin Saba' akhirnya mendirikan sekte Syi'ah.
Dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah ayat 120, Allah berfirman; "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu". (bersambung) |
You are subscribed to email updates from Sang Pemburu Berita To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |