Kamis, 28 Juni 2012

Sang Pemburu Berita

Sang Pemburu Berita


Yahudi Rusak Sendi-sendi Kehidupan Goyim - 3

Posted: 26 Jun 2012 07:30 PM PDT

Agama Islam merupakan agama penyempurna agama-agama Samawi sebelumnya yang di era sebelum Nabi Isa As hanya disebut sebagai agama Tauhid saja, dan di era Nabi Isa As disebut Nasrani. Dalam surah Al Maidah ayat 3, Allah berfirman; "Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu".

Kedatangan Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi terakhir dan penutup telah tercantum dalam kitab-kitab terdahulu yang diturunkan kepada Nabi Musa As, Nabi Daud As, dan Nabi Isa As, yakni Taurat, Zabur dan Injil. Bahkan dalam literatur Islam disebutkan bahwa ketika Allah SWT menikahkan Nabi Adam As dengan Siti Hawa, maharnya adalah 10 kali shalawat untuk Nabi Muhammad Saw (sebagai rujukan, KLIK DI SINI).


Perpecahan agama Islam bermula pada zaman Khalifah Utsman bin Affan, setelah Rasulullah SAW wafat. Sejumlah sejarawan dan ulama meyakini ada lima sebab pecahnya agama ini (sebagai rujukan, KLIK MULAI DARI SINI). Pertama, ghuluw atau bersikap berlebihan terhadap sesuatu yang terkait dengan Islam. Misalnya kaum Syi'ah yang terlalu berlebihan dalam mencintai Ali bin Abi Thalib, sahabat Rasulullah SAW, dan aliran Khawarij yang terlalu berlebihan dalam memahami dan menyikapi ayat wa'id (ancaman) dalam Al-Qur'an, sehingga golongan ini mengkafirkan umat Islam yang melakukan dosa besar.

Kedua, karena membantah bid'ah dengan bid'ah semisal. Contohnya golongan Murji'ah yang meng-counter pendapat Khawarij yang mengkafirkan umat Islam yang melakukan dosa besar, namun akhirnya malah memunculkan bid'ah baru berupa anggapan bahwa pelaku dosa besar tetap seorang mukmin dengan tingkat keimanan yang sempurna. Padahal iman manusia dapat mengalami pasang surut yang tercermin dari perilaku dan perbuatannya.

Ketiga, karena pengaruh dari luar Islam. Golongan Syi'ah misalnya. Golongan ini muncul akibat gagasan Abdullah bin Saba', seorang Yahudi, yang sengaja diselundupkan ke kalangan umat Islam untuk memecah belah umat Muhammad tersebut. Golongan Jahmiyah digagas oleh Ja'd bin Dirham, juga orang Yahudi. Sekte Jabariyah didirikan oleh dua orang Yahudi, yakni Ja'd bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Sedang Wahabi, menurut buku Catatan Sorang Mata-mata dan buku berjudul Persekongkolan Menghancurkan Islam, hadir di muka bumi berkat rekayasa Inggris melalui agen rahasianya yang bernama samaran Hempher. Dan seperti kita tahu, seperti halnya Amerika, kelompok Yahudi seperti Freemasonry juga mengendalikan negara itu.

Keempat, karena lebih mengedepankan akal dibanding iman dan naqi (dalil). Golongan Mu'tazilah adalah salah satu golongan yang memahami Islam dengan lebih mengedepankan akal.

Kelima, karena pengaruh filsafat Yunani yang diterjemahkan. Golongan Mu'tazilah juga termasuk golongan yang terpengaruh filsafat Yunani ini. Pengaruh ini terlihat jelas pada fikrah (pemikiran) dan pemahaman golongan ini tentang Islam.

Syaikh Ghalib bin Ali Al-'Iwaji mempertajam penyebab perpecahan umat Islam ini dengan menambahkan beberapa sebab, yakni ;
1. Adanya ulama yang berakidah menyimpang.
2. Kebodohan yang merajalela di antara kaum muslimin.
3. Tidak memiliki standar pemahaman yang benar.
4. Adanya ikhtilaf yang didasari hawa nafsu .
5. Rasa ashabiyah (fanatik golongan).
6. Adanya hasad (kedengkian) dalam hati.
7. Adanya kecenderungan untuk menumbuhsuburkan bid'ah dan hawa nafsu.
8. Sikap mempertuhankan akal dan menomorduakan naqi (dalil).

Ketika zaman Rasulullah SAW, umat Islam bersatu karena mereka senantiasa dibimbing oleh wahyu yang diterima Rasulullah SAW, sehingga dapat satu akidah, satu fikrah, dan satu jama'ah. Jika ada perselisihan atas suatu permasalahan, dapat langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Hal ini dikuatkan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam buku Miftahu Sa'adah yang ditulisnya. Dalam buku ini ia mengatakan; "Sesungguhnya para sahabat yang hidup pada zaman Nabi berada dalam satu akidah, karena mereka mendapati masa-masa turunnya wahyu. Mereka dimuliakan karena persahabatannya dengan Rasul, dan dihilangkan keraguan dan prasangka dari dada mereka."

Mulai terpecahnya umat Islam pada zaman Khalifah Utsman bin Affan dipicu oleh tindakan Khalifah yang mengangkat beberapa orang kerabatnya menjadi pejabat, termasuk menjadi gubernur. Tindakan ini dimanfaatkan Abdullah bin Saba' untuk menghasut kaum muslimin dengan mengatakan bahwa Utsman telah melakukan praktek kolusi, dan layak untuk dipermasalahkan. Sekelompok umat muslim, termasuk di dalamnya kelompok Qura', termakan hasutan ini, dan melalui serangkaian campur tangan Abdullah bin Saba', Utsman pun dibunuh. Inilah peristiwa berdarah pertama yang terjadi dalam sejarah Islam dimana kaum muslimin membunuh sesamanya.

Sepeninggal Utsman, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Kerabat, sahabat dan para pendukung Utsman meminta Ali agar segera menghukum para pembunuh Utsman, namun Ali mengabaikan karena ia ingin membenahi dahulu pemerintahannya sebelum menangani kasus pembunuhan tersebut.


Perang Shiffin
Tak puas pada sikap Ali, pemberontakan pun terjadi dengan dimotori Siti Aisyah dan dibantu Zubair dan Thalhah. Maka, pecah lah Perang Jamal. Pemberontakan ini berhasil diredam, namun muncul pemberontakan lain yang dimotori Gubernur Syam (Syria) Muawiyah bin Abu Sufyan yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Pemberontakan terjadi karena Muawiyah juga menuntut Ali agar segera menghukum para pembunuh Utsman, sehingga karena merasa ditentang, Ali memecat Muawiyah. Sebelum perang meletus, Ali sebenarnya sempat mengutus Jarir bin Abdillah Al-Bajuli untuk berunding, namun gagal karena Muawiyah ngotot agar Ali segera menghukum para pembunuh Utsman, dan bahkan menuntut agar Ali meletakkan jabatan jika memang tak mampu memenuhi tuntutannya itu. Utusan lain yang kemudian dikirim, yakni Syabats bin Aibi Al-Yarbu'I At-Tamimi, Ali bin Hatim At-Tha'I, Yazid ibn Qais Al-Arhabi, dan Ziyad bin Khasafah At-Taimi At-Tamimi, juga pulang tanpa hasil.

Perang berkecamuk selama berhari-hari, dan ketika pasukan Ali nyaris meraih kemenangan, dalam keadaan terdesak Gubernur Mesir Amru bin Ash yang menjadi sekutu Muawiyah dalam peperangan itu, mengangkat Mushaf Al-Qur'an dengan tombak sebagai tanda mengajak berdamai. Ali dan komandan pasukannya, Malik Ibnu Asytar, menolak karena ajakan itu dinilai tak pantas mengingat Mushaf Al-Qur'an adalah benda suci yang harus diperlakukan dengan baik, namun sebagian anggota pasukannya, termasuk para tokoh kelompok Al-Qura' yang menjadi mitra koalisi dalam perang tersebut, seperti Mis'ar bin Fadki At-Tamimi, Zaid bin Hushain Ath-Thai, mendesak agar tawaran damai diterima. Kelompok ini bahkan mengancam akan memperlakukan Ali seperti yang telah mereka lakukan terhadap Utsman.

Ali menerima tawaran damai dengan terpaksa dan berniat mengutus Abdullah bin Abbas atau Malik Al-Asytar untuk melakukan perundingan damai dengan kubu Muawiyah, namun kelompok Qura' dan anggota pasukan yang menyetujui ajakan damai, meminta agar Abu Musa Al-Asy'ari saja yang dikirim. Ali pun mengalah. Perundingan yang berlangsung di Daumah Al-Jandal ini berlangsung alot karena belangsung hingga enam bulan, mulai dari bulan Shaffar hingga Ramadhan 37 H. Kubu Muawiyah diwakili oleh Amru bin Ash.

Setelah perundingan selesai, kelompok Al-Qura' yang tak lepas dari intervensi Abdullah bin Saba', berbalik sikap. Jika semula mereka yang mendorong terjadinya tahkim (perdamaian), kini mereka menentangnya dengan dalih bahwa tahkim tersebut salah karena Ali berada pada pihak yang benar, sehingga hukum Allah terkait dengan Perang Shiffin telah jelas. Mereka meneriakkan la hukma illa lillah (tidak ada hukum kecuali hukum Allah), dan meminta Ali mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya, serta mengaku kalau ia telah kafir. Mereka bahkan mendesak agar tahkim dibatalkan. Ali tentu saja menolak semua tuntutan itu, karena jika ia membatalkan tahkim, berarti ia mengingkari janji, dan ia juga tak mungkin mengakui dirinya telah kafir karena ia tidak pernah berbuat musyrik.

Marah karena semua tuntutannya ditolak, berkat dorongan Abdullah bin Saba', kelompok Al-Qura' dan anggota pasukan Ali yang mendukung sikap kelompok ini, meninggalkan kamp Ali di Kufah dan pergi ke desa Harura yang berlokasi tak terlalu jauh dari Kufah. Orang-orang ini kemudian dikenal sebagai golongan Al-Haruriyah, sesuai dengan nama desa yang mereka tempati. Mereka juga kemudian membentuk sebuah organisasi dan mengangkat Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi sebagai pemimpinnya. Karena meninggalkan kubu Ali, kelompok ini kemudian dikenal dengan nama golongan Al-Khawarij, bentuk jamak dari Khariji (yang keluar). Ini lah firqah (golongan) sesat pertama dalam Islam. Ini dibenarkan Syaikul Islam Ibnu Taimiyah dengan pernyataannya, bahwa "Ahlul Bid'ah yang pertama kali keluar dari Jama'ah Muslimin adalah firqah Khawarij."

Syi'ah awalnya adalah sebuah kelompok yang mengaku sebagai pengikut setia Khalifah Ali bin Abu Thalib, namun berkat "campur tangan" Abdullan bin Saba', kelompok ini akhirnya malah menganggap Ali sebagai Nabi, bahkan akhirnya menganggap dia sebagai Tuhan. Ali sempat ingin membunuh Yahudi asal Yaman ini, namun tak jadi karena sahabat Ali, Abdullah bin Abbas, melarangnya. Ali akhirnya membuang Abdullah bin Saba' ke Madain, namun justru dari sinilah Abdullah bin Saba' akhirnya mendirikan sekte Syi'ah.


Orang Yahudi.
Kehebatan Yahudi dalam memecah belah Islam karena mereka jago dalam "memelintir" ajaran-ajaran Islam, sehingga pemahaman yang salah justru malah menjadi benar dalam pandangan pengikut sekte yang dibentuknya. Perpecahan kian parah setelah filsafat Yunani yang mengandung ajaran politeisme, dibawa masuk oleh oknum Yahudi, ke atmosfir Islam, sehingga sekte-sekte atau golongan-golongan yang telah ada bahkan terpecah-pecah lagi. Berkat filsafat Yunani, sekte Syi'ah saja terpecah menjadi beberapa sekte, di antaranya Syi'ah Ismailiyah dan Syia'ah Zaidiyah.

Dalam Al Qur'an Surah Al Baqarah ayat 120, Allah berfirman; "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu". (bersambung)

Selasa, 26 Juni 2012

Sang Pemburu Berita

Sang Pemburu Berita


Yahudi Rusak Sendi-sendi Kehidupan Goyim - 2

Posted: 24 Jun 2012 06:32 PM PDT

Agama merupakan tuntunan hidup bagi setiap manusia, baik dalam bernegara, bermasyarakat, maupun dalam berhubungan dengan sang Maha Pencipta. Menyelewengkan ajaran agama berarti menyeret orang pada kesesatan dan kekeliruan dalam memahami banyak hal, termasuk dalam memahami apa yang boleh dan tidak menurut agama. Yahudi sukses "menyerang" yang satu ini, sehingga agama Nasrani yang dibawa Nabi Isa As telah kehilangan orisinalitasnya, dan menurut Nabi Muhammad Saw, di akhir zaman agama ini terpecah menjadi 72 golongan, sementara Islam terpecah menjadi 73 golongan.

2. A. Yahudi Menyerang Agama Nasrani
Nabi Isa As lahir saat Yerusalem dijajah imperium Romawi yang menganut kepercayaan Politeisme atau kepercayaan yang mengakui adanya lebih dari satu Tuhan (para dewa-dewi). Penjajahan ini membuat ras Yahudi dari Suku Essenes yang masih berpegang pada agama Tauhid yang dibawa Nabi Musa As, terbelenggu karena tak dapat mengembangkan agamanya, sementara ras Yahudi dari Suku Farisi dan Saduki makin lama makin jauh dari ajaran agama Samawi (agama yang diturunkan dari langit) itu. Bahkan, karena kepercayaan Romawi tak berbeda dengan kepercayaan nenek moyang mereka yang penyembah berhala (paganisme), akhirnya tak sedikit dari mereka yang kembali kepada agama nenek moyangnya itu.


Saat Nabi Isa menyampaikan risalah Allah SWT, Suku Essenes dengan senang hati mengikutinya, namun Suku Farisi dan Saduki membencinya. Apalagi karena setiap kali berdakwah, Nabi Isa As selalu mengingatkan penyelewengan kedua suku itu, dan memintanya agar kembali ke jalan yang benar dengan hanya menyembah satu Tuhan; Allah. Dakwah Isa ini membuat suku Farisi dan Saduki ingin membunuhnya, namun mereka gagal menghasut pemerintah Romawi agar menangkap dan menghukum mati putra Maryam, meski para pemuka kedua suku itu memfitnah Nabi Isa As dengan mengatakan bahwa Al Masih berniat melakukan makar demi membebaskan ras Yahudi dari penjajahan Romawi, sekaligus ingin menjadikan dirinya sebagai Raja Yahudi. Pemerintah Romawi tak terhasut karena tahu bahwa pertikaian antara Yahudi Farisi dan Saduki dengan Isa Putra Maryam, adalah untuk kepentingan diri mereka sendiri.

Berkat pengkhianatan satu dari dua belas sahabat Nabi Isa As, Yahuda al-Iskhriyutha yang dalam agama Kristen disebutkan bernama Yudas Iskariot, Al Masih ditangkap Yahudi Farisi dan Saduki, dan diserahkan kepada Pilatus, gubernur Romawi di Yerusalem. Pilatus sempat ingin membebaskan Isa karena menganggap sang Al Masih tidak melakukan kesalahan apapun, namun Yahudi Farisi dan Saduki bersikeras bahwa Isa harus dihukum. Isa bahkan mereka tuduh sebagai orang yang sedang berusaha menyesatkan rakyat, dan perampok. Mereka meminta Pilatus menyalib Putra Maryam.

Pilatus juga menolak permintaan itu, namun karena Yahudi Farisi dan Saduki mendesak, bahkan memaksa, akhirnya Pilatus memenuhi permintaan mereka karena khawatir Yahudi Farisi dan Saduki akan mengamuk dan membuat kerusuhan. Maka, penyaliban pun dilakukan.

"Sepeninggal Isa", dengan dibantu pemerintah Romawi, Yahudi Farisi dan Saduki melakukan "pembersihan" terhadap para murid dan sahabat Nabi Isa (hawariyyin) yang tinggal sebelas orang, sehingga di antara mereka ada yang lari dari Yerusalem. Di antara Yahudi Farisi yang melakukan pengejaran adalah Saul atau Paulus dari Kota Tarsus, Kikilia. Oleh kaumnya, dia ditugaskan melakukan pengejaran hingga Damsyik. Orang ini lah yang membuat agama Nasrani yang dibawa Nabi Isa As menyeleweng karena memasukkan unsur trinitas dalam agama Tauhid itu.


Paulus.
"Penghancuran" agama Nasrani oleh orang Yahudi ini bermula ketika ia kembali ke Palestina setelah melakukan pengejaran ke Damsyik. Begitu menginjakkan kaki kembali di Yerusalem, ia datang ke tempat-tempat peribadatan pengikut Nabi Isa As, dan mengaku kalau dirinya telah menganut agama Nasrani. Para pengikut Nabi Isa yang kemudian dikenal sebagai penganut ajaran Nasrani (Kristen) Unitarian, tak percaya begitu saja, dan Paulus pun membual. Katanya, ketika ia berada di Damsyik pada tengah hari, ia melihat ada cahaya yang memancar dari langit, dan kemudian terdengar suara yang mengaku sebagai Yesus (Isa As), dan menegurnya karena apa yang ia lakukan melukai hati Yesus. Bahkan kata Yesus, ia takkan dapat menghindar dari dosa atas perbuatannya itu.

"Maka aku pun tersadar dan bertaubat, dan terus ke tempat ini untuk ikut bersamamu," imbuhnya.

Para pengikut Nabi Isa As memercayainya. Apalagi karena kemudian Paulus memperlihatkan kesungguhan dalam mempelajari ajaran Nabi Isa As, dan menjadi pendakwah. Ia menyiarkan agama Nasrani hingga negeri yang jauh seperti Antighia dan negeri-negeri lain yang tidak tersentuh agama Yahudi. Termasuk Roma.

Namun waktu kemudian membuktikan kalau Paulus hanya berpura-pura memeluk agama Nasrani karena kemudian ia menuhankan Isa As, dan bahkan menjadikan Allah SWT sebagai Bapak Isa As, dan juga menuhankan Maryam sebagai Tuhan Ibu (trinitas). Pertikaian pun pecah antara Paulus dan para pengikut Nabi Isa AS, namun Paulus tak peduli. Dalam waktu singkat, pengikutnya demikian banyak karena "agama baru" yang dibuatnya, yang dinamakan "Katholica" dan berarti agama untuk umum, mudah menarik minat dan perhatian masyarakat penganut Politeisme dan paganisme.

Puncak pertikaian itu terjadi pada akhir abad ke-3 dan memasuki abad ke-4. Kala itu Arius (250-336 M), seorang tokoh Kristen Unitarian yang bermukim di Alexandria, Mesir, dengan gigih menentang Katholica, sehingga lahirlah gerakan Arianisme untuk menentang Kristen buatan Paulus itu. Ia bahkan menerbitkan buku berjudul Thallia. Di masa inilah gereja menjadi pecah dua, yakni yang disebut Pauline Church (gereja Paulus), dan Apostolic Church (Gereja Rasuli) milik penganut Nasrani (Kristen) Unitarian.

Konsili Nicea I
Pertikaian ini membuat Kaisar Romawi kala itu, Constantine I, khawatir pada kestabilan dan keamanan negaranya. Maka digelarlah sebuah sidang mediasi yang menghadirkan semua uskup dari seluruh penjuru imperium Romawi yang kemudian kita kenal dengan sebutan Konsili Nicea I. Sidang ini digelar pada 20 Mei 325 M di Kota Nicea (sekarang bernama Iznik, Turki). Dalam sidang ini, Arius menolak mentah-mentah konsep homoousios (satu hakikat) yang menjadi dasar ajaran Katholica Paulus, sehingga Isa As dituhankan, Allah SWT dijadikan sebagai bapak Al Masih, dan Maryam dijadikan Tuhan Ibu. Semula, Kristen Unitarian yang diusung Arius didukung sekelompok uskup yang dipimpin Eusebius dari Nicomedia, namun setelah ia memaparkan pandangan-pandangannya tentang agama Nasrani yang ia yakini, sebagian besar uskup dalam kelompok ini menarik dukungan dan bahkan menudingnya telah melakukan penghujatan. Kristen Unitarian kalah dan Constantin mengakui eksistensi Kristen Trinitas.

Kekalahan ini membuat Arius beserta para pendukungnya dikucilkan, dan buku Thallia dibakar. Selain itu, jabatan Arius sebagai seorang diaken di gereja Alexandria, juga dicopot, dan ia beserta pendukungnya dianggap sebagai musuh gereja. Selama dalam pembuangan, Arius sangat menderita sehingga adik perempuan Constantine, Constantia, kasihan dan meminta Constantine memulihkan jabatan Arius. Constantine setuju. Namun sore hari, hanya beberapa jam sebelum upacara pemulihan jabatan akan dilakukan di Katedral Konstantinopel pada 336 M, Arius tiba-tiba meninggal. Kematiannya ini memicu polemik karena ada yang menganggap kematian Arius sebagai hukuman Tuhan, namun ada yang beranggapan kalau Arius mati karena diracun.

Arius.
Sepeninggal Arius, Kristen Unitarian tetap eksis karena disebarluaskan oleh para pengikutnya, meski untuk itu mereka tak henti-hentinya berkonfrontasi dengan penganut Kristen Trinitas, terutama dengan Athanasius, uskup Alexandria, dan mereka yang menerima hasil Konsili Nicea I. Kristen Unitarian disebar hingga Eropa, terutama di kalangan bangsa Goth. Pada masa ini, muncul lagi tokoh Arianisme yang disegani, Ulfilas. Konon, meski mendukung Kristen Trinitas, Constantine I dan anak-anaknya sebenarnya mengakui kebenaran Kristen Unitarian. Bahkan menjelang kematiannya, Constantin sempat membaca syahadat yang mengakui bahwa Isa As adalah Rasul Allah.

Dalam Al Qur'an surah An Nisaa ayat 171, Allah SWT berfirman; "Wahai Ahli Kitab (Yahudi & Kristen), janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Mesias, Isa anak Maria itu, adalah rasul Allah dan kalimat-Nya yang disampaikannya kepada Maria, dan roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "Tiga", berhentilah, lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara".

Ayat ini merupakan bantahan Allah SWT atas doktrin trinitas Kristen yang dibuat Paulus, dan masih banyak lagi firman-firman Allah SWT yang mendukung Arianisme atau Kristen Unitarian. Termasuk firman-Nya pada surah Al Maaidah ayat 73. Firman Allah; "Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih".

Tak dapat dipungkiri bahwa konsep Paulus menuhankan Isa As selain karena ia berdarah Yahudi Frisian yang menganut paganisme, juga karena tak suka pada ajaran yang dibawa Al Masih. Ia menciptakan trinitas karena terinspirasi oleh mukjizat-mukjizat Al Masih, seperti kelahirannya yang tanpa melalui pembuahan, kemampuannya menghidupkan kembali orang yang telah meninggal, dan "hidup kembali" setelah dibunuh di tiang salib. Namun dalam Al Qur'an Surah Maryam ayat 92-93, Allah dengan tegas mengatakan bahwa Isa bukan anaknya. Kata Allah; "Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba".

Pernyataan ini ditegaskan pula dalam ayat-ayat lain, di antaranya surah Al An'am ayat 101. Kata Allah; "Dia-lah Sang Pencipta langit dan bumi. Bagaimana mungkin Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri? Dia-lah Yang menciptakan segala sesuatu; dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu".


Soal penyaliban Al Masih, dalam surah An Nisaa ayat 157-158, Allah berfirman: "Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, lsa putera Maryam, Rasul Allah". Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat lsa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Saat akan ditangkap di Taman Gethsamani, Baitumuqaddis, setelah bersama para hawariyyin merayakan Hari Raya Roti Tak Beragi yang merupakan Hari Raya Paskah Yahudi, Al Masih didatangi Yudas yang ingin memberitahu Yahudi Farisi dan Saduki tentang yang mana sosok Al Masih di antara para sahabat dan pengikutnya. Caranya adalah dengan berbisik di telinga Al Masih.

Menurut literatur Islam, saat membisiki Al Masih itulah Allah SWT mengubah wajah Yudas hingga amat mirip dengan Isa As, sehingga ketika Yudas kembali kepada Yahudi Farisi dan Saduki, ia ditangkap, diserahkan kepada Pilatus, dan disalib. Sementara Isa As diangkat Allah ke langit, dan diturunkan lagi beberapa hari setelah mayat Yudas dimakamkan, sehingga orang mengira ia hidup kembali.

Di akhir zaman, menurut Allah dalam Al Qur'an, Nabi Isa akan diturunkan kembali untuk membantu Imam Mahdi membunuh Dajjal, dan menegakkan kembali agama Tauhid yang di zaman Nabi Muhammad Saw diganti namanya oleh Allah menjadi Islam. Bagi ras Yahudi, Dajjal adalah penyelamat mereka. Naudzubillahiminzalik! (bersambung)