Sang Pemburu Berita |
Ponsel Tak Terbukti Picu Kanker Otak Posted: 20 Oct 2011 07:45 PM PDT Sebuah studi berskala besar membuktikan tidak ada kaitan antara penggunaan ponsel jangka panjang dengan peningkatan risiko tumor otak. Penelitian yang dilakukan peneliti dari Denmark ini dilakukan terhadap 35.000 pemakai ponsel yang dimonitor selama 18 tahun. Penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan ponsel dan tumor dianggap belum selesai karena penelitian tidak bersifat jangka panjang. Sebelumnya di bulan Juni, organisasi kesehatan dunia (WHO) dan International Agency for Research on Cancer (IARC) menyebutkan frekuensi radio elektromagnetik yang dikeluarkan oleh telepon seluler mungkin bersifat karsinogenik pada manusia. Tetapi teori itu dibantah oleh riset yang dilakukan para peneliti dari Denmark. Penelitian dilakukan dengan membandingkan risiko kanker yang dimiliki oleh para pemilik ponsel di Denmark (sekitar 420.000) orang, dengan seluruh populasi di Denmark. Patrizia Frei, peneliti postdoctoral dan anggota Danish Cancer Society yang melakukan riset ini, menganalisa data kesehatan milik 358.403 pengguna ponsel antara tahun 1990 sampai 2007. Secara umum didiagnosa adanya tumor pada sistem saraf pusat 10.729 orang. Akan tetapi pada orang yang memakai ponsel dalam jangka panjang (lebih dari 13 tahun), angka kejadian kanker hampir sama dengan orang yang tidak memakai ponsel. "Tindak lanjut studi yang panjang memungkinkan kami untuk menyelidiki efek ponsel pada orang yang menggunakannya lebih dari 10 tahun. Ternyata hal ini tidak berkaitan dengan risiko kanker," kata peneliti. Akan tetapi menurut mereka hasil studi ini mungkin tidak berlaku pada kemungkinan peningkatan risiko kanker untuk pengguna ponsel yang sangat berat atau mereka yang memakai ponsel lebih dari 15 tahun. "Studi lanjutan dengan populasi yang lebih besar sangat penting untuk menghilangkan bias dan menyelidiki secara pasti," katanya. Saat ini diperkirakan ada 5 miliar pengguna ponsel di seluruh dunia dan jumlahnya akan terus meningkat . Selain itu jumlah waktu yang dihabiskan orang untuk memakai ponselnya diperkirakan juga terus meningkat. IARC sendiri merekomendasikan penggunaan SMS atau fitur hands-free memakai earphone untuk mengurangi paparan radiasi ponsel. (sumber; Kompas) |
Tokoh di Balik Kerusakan Indonesia - 10 Posted: 20 Oct 2011 07:35 PM PDT Selain menggarap mahasiswa di dalam negeri, melalui Ali Moertopo, Beek juga menggarap mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di luar negeri. Mahasiswa-mahasiswa ini kelak akan menjadi bagian dari CSIS (Center for Strategic and International Studies) yang menjadi think thank Orde Baru dalam setiap kebijakannya. Tentang pembangunan jaringan ini diungkap sendiri oleh Harry Tjan Silalahi dalam tulisan berjudul 'Centre Lahir dari Tantangan dan Jaman'. Begini petikannya; "Bapak Ali Moertopo almarhum mendorong para aktivis di dalam negeri untuk mengadakan kontak kerjasama dengan para aktivis mahasiswa di luar negeri tersebut. Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Eropa Barat, seperti antara lain di Perancis, yang waktu itu dipimpin Bapak Daoed Joesoef, PPI Belgia yang diketuai Saudara Surjanto Puspowardojo, PPI Swiss yang dipimpin oleh Saudara Biantoro Wanandi, demikian pula PPI Jerman Barat yang dipimpin oleh Saudara Hadi Susanto, telah mengambil sikap seperti yang ditunjukkan para mahasiswa dan sarjana yang ada di Indonesia". Menurut M Sembodo dalam buku 'Pater Beek, Freemason, dan CIA', para mahasiswa dan pemuda-pemuda Katolik tersebut kemudian diberi pelatihan oleh Pater Beek yang dikenal dengan sebutan Kaderisasi Sebulan (Kasbul), untuk dijadikan 'laskar Kristus' yang menjalankan kristenisasi di Indonesia secara besar-besaran. Dalam fikiran mereka ditanamkan doktrin bahwa Islam adalah musuh, Islam adalah agama pedang, Islam adalah perampok Yerusalem, Islam adalah perebut Konstantinopel, dan Islam adalah agama anti-Kristus. Tuduhan-tuduhan yang sungguh jauh dari kebenaran. Tentang apa saja pelajaran yang diberikan kepada para mahasiswa dan pemuda itu, Richard Tanter menjelaskannya sebagai berikut; "(Pater) Beek menyelenggarakan kursus-kursus satu bulanan secara regular bagi mahasiswa, aktivis, maupun kaum muda pedesaan. Dengan menghadirkan pastur maupun rohaniawan, sebagai bagian dari program kaderisasi; pelatihan keterampilan kepemimpinan, kemampuan berbicara di hadapan public, keterampilan menulis, 'dinamika kelompok', serta analisis social". Sedang Cosmos Batubara menjelaskan begini; "Beliau (Pater Beek) hanya memberikan training-training untuk menghadapi komunis. Kita didoktrin agar kuat melawan Marxisme-Leninisme. Juga diajarkan bagaimana kelompok komunis itu beraksi, dan bagaimana menghadapi mereka. Itu kami pelajari. Kalau tidak, bagaimana kami bias melawan CGMI". Apa yang dikatakan Cosmas ini membenarkan adanya Kasbul, namun membantah menyerang Islam. Namun Richard Tanter mengungkapkan begini; "Bagi (Pater) Beek, ada dua musuh besar, baik bagi Indonesia maupun gereja, adalah komunisme dan Islam, dimana ia melihat keduanya memiliki banyak keserupaan; sama-sama memiliki kualitas ancaman". Jadi, jelas, Beek memang menggunakan 'pasukannya' untuk terlebih dahulu menghancurkan komunis di Indonesia, dan setelah itu Islam. Tantang hal ini, Tanter mengatakan begini; "Pasca 1965, posisi militan yang anti-Islam digaungkan dengan arus dominan yang berlaku dalam kepemimpinan Angkatan Darat ketika itu. Indonesia yang diidealkan Beek adalah Indonesia yang nasionalistik, non-Islamik, dengan golongan Kristen mendapatkan tempat yang istimewa". Dengan metode menggunakan mahasiswa sebagai 'pasukan tempur', Pater Beek sukses menghancurkan dua musuh sekaligus, komunis dan Islam, dan bahkan waktu kemudian membuktikan bahwa setelah itu kristenisasi berjalan dengan mulus di Indonesia. Tentu saja, setelah Soeharto menjadi presiden. (bersambung ….) |
You are subscribed to email updates from Sang Pemburu Berita To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar