Kamis, 03 November 2011

Sang Pemburu Berita

Sang Pemburu Berita


The New Footage About 9/11 Tragedy Released

Posted: 02 Nov 2011 12:58 AM PDT

Its dramatic collapse several hours after the Twin Towers fell triggered a decade of conspiracy theories. Those who believed that the September 11 attacks on America were not carried out by Al Qaeda terrorists pointed to the fall of World Trade Center Building 7 as proof of their wild claims.

But a newly released video appears to finally prove once and for all that Building 7 was brought down by the intense heat of the blazing World Trade Center - and not explosives, as conspiracy theorists claim.

The video shows up-close shots of the lower floors of World Trade Center Building 7, located just across the street from the Twin Towers, and focuses in on the exterior metal beams of Building 7 as they begin to buckle as they are overheated.


The buckling led to floors falling in on one another, causing the building to collapse.

Though the entirety of the collapse is not shown in the video, it does show how there is legitimacy to the explanation provided by the government's 9/11 Commission investigation.

The video was made by a local news reporter and was released through a Freedom of Information Act request.


Shot from the north side of the building on Barclay Street, and between the buildings in the background, the video shows the mass of raging fires taking place on the grounds of the World Trade Center.

Though Building 7 was separate from the main World Trade Center complex, there were two pedestrian bridges connecting Building 7 to the main complex across the street, linking the buildings by the third floor.

In the video, viewers can see the glowing flames on what appears to be the sixth floor of the building, and as the camera zooms in, you can even see the metal bars of the exterior buckling.




It is unclear when exactly during the day the video is shot, but considering the fact that the building is still standing it must be well before it's collapse which happened at 5.21pm. That said, the news reporter is the only person we see on the street, so the mass confusion and evacuation that took place earlier in the morning in the midst of the attacks had settled at that point.

At points, the news reporter seems clearly aghast, saying 'It's a surreal environment' and 'It's almost impossible to describe'.

Official investigators say that after the South Tower fell at 9.59am and the North Tower at 10.28am, the pieces of the rubble did irreparable damage to Building 7, causing it to burn by floor by floor, getting progressively weaker along the way.

The investigation by the Federal Emergency Management Agency said that the collapse was caused by a combination of the damage from the debris - and not the impact of the debris itself- and lacking water in the fire sprinklers throughout the building.


The complex: Building 7, highlighted in blue, is shown burning in the video

The largest tenant of the 47-story building was the bank Salomon Smith Barney, but there were also offices of the CIA, the Department of Defence, utility company ConEd, and the Internal Revenue Service.

Because of the time span of the events, everyone was able to evacuate the building and there were no casualties within Building 7.

Government analysts part of the 9/11 Commission said that all three of the buildings that fell in New York that day were due to 'total progressive collapse,' which means that when a building has extreme damage in one area, the entire structure of the building is weakened as a result.

(source; DailyMail)

Tokoh di Balik Kerusakan Indonesia - 20

Posted: 01 Nov 2011 08:51 PM PDT

Abu Bakar Ba'asyir.
Sebagai musuh nomor satu Pater Beek setelah komunis dihancurkan, Islam memang mengalami tekanan yang amat hebat. Celakanya, umat Islam sendiri kurang cerdas dalam menyikapi keadaan, sehingga baru merasakan akibatnya di belakang hari.

Ketika masih berkuasa, Soekarno berkali-kali membuat kebijakan kontroversial. Di antaranya mendukung PKI, dan melarang Masyumi. Kebijakan Soekarno ini membuat tokoh-tokoh partai Islam itu bekerja sama dengan Soeharto untuk ikut menghabisi kekuatan komunis dan menggulingkan Soekarno, tanpa mengetahui ada siapa di belakang Soeharto. Begitu komunis tumbang dan Soekarno terguling, Soeharto menyingkirkan partai ini dengan menjadikannya sebagai partai terlarang juga.

Namun, seperti diungkap Sembodo dalam buku "Pater Beek, Freemason dan CIA", para pendiri Masyumi tidak kekurangan akal. Agar tetap dapat berkiprah di kancah perpolitikan nasional, mereka mendirikan partai baru yang dinamakan Parmusi (Partai Muslim Indonesia). Pater Beek tentu saja tak tinggal diam. Dia menyusupkan DJ. Naro, salah seorang bidaknya, untuk memecah-belah partai itu, sehingga Parmusi terpecah menjadi dua kubu. Dengan dalih untuk meredam kemelut, pemerintahan Soeharto turun tangan, maka jatuh lah Parmusi ke tangan "Beek" karena Parmusi kemudian dipimpin MS Mintaredja yang merupakan "orangnya pemerintahan Soeharto".

Tentang hal ini, Harold Crouch menyatakan begini; "Rupanya konflik yang timbul di dalam Parmusi dibangkitkan oleh Naro dengan dorongan anggota-anggota Opsus yang dipimpin oleh Ali Moertopo. Mereka (Opsus) tidak berharap bahwa Naro akan memegang jabatan ketua umum partai, tetapi menciptakan situasi yang memungkinkan pemerintah melangkah masuk dan mengajukan calon 'hasil kompromi'".

Cara kedua Pater Beek cs mengebiri politik umat Islam adalah dengan merangkul, namun sekaligus mendiskreditkannya. Pekerjaan ini dilakukan oleh Ali Moertopo dengan cara mendekati mantan orang-orang DI (Darul Islam). Pada 1965, sebagaimana diungkap Ken Comboy dalam bukunya yang berjudul "Intel, Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia", Ali Moertopo berhasil menyelundupkan orangnya yang bernama Sugiyarto dalam lingkaran mantan orang-orang DI. Sugiyarto bahkan berhasil membangun hubungan dengan Mohammad Hasan, salah seorang komandan DI di Jawa Barat. Orang-orang DI pertama kali dimanfaatkan Ali Moertopo untuk mengejar orang-orang komunis, dan ini dibenarkan Umar Abduh dalam artikel berjudul "Latar Belakang Gerakan Komando Jihad" dengan uraian sebagai berikut;

"Dari sini lah pendekatan itu berkembang menjadi makin serius dan signifikan, ketika Ali Moertopo mengajukan ide tentang pembentukan dan pembangunan kembali kekuatan NII guna menghadapi bahaya laten komunis dari utara maupun dalam rangka mengambil alih kekuasaan. Ide Ali Moertopo ini selanjutnya diolah oleh Danu Mohammad Hasan dan dipandu Pitut Suharto, disambut Dodo Muhammad Darda, Tahmid Rahmat Basuki (anak Kartosuwiryo) dan H. Isma'il Pranoto (Hispran)".

Pada saat Ali Moertopo melakukan infiltrasi ke DI inilah, menurut Sembodo, Komando Jihad didirikan, dan langsung 'dimainkan' Ali Moertopo untuk kepentingan politik pemerintahan Soeharto. Di antaranya, untuk mendapatkan tambahan suara dalam jumlah signifikan bagi Golkar. Tentang hal ini Ken Comboy mengatakan begini;

" … Opsus melihat kesempatan untuk menghidupkan kembali kelompok kanan berlatar belakang agama ini. Ini dikarenakan Ali Moertopo sedang mencari kelompok-kelompok pemilih yang akan mendukung Golkar, mesin politik Orde Baru, dalam Pemilu 1971. Dengan harapan para pemimpin Komando Jihad ini akan mampu mengerahkan simpatisan mereka …"

Sembodo menambahkan, setelah Komandio Jihad terbentuk, Ali Moertopo menyusupkan Pitut Soeharto, orangnya, untuk berhubungan dengan para pimpinan Komando Jihad. Cara Pitut untuk melaksanakan tugasnya adalah dengan melakukan 'barter' minyak. Tentang hal ini diutarakan Ken Comboy sebagai berikut;

"Guna melancarkan usahanya, ia (Pitut) mengunakan pendekatan unik. Atas persetujuan Pertamina, suatu perusahaan Negara di bidang minyak dan gas, Pitut mendapatkan hak distribusi minyak tanah untuk wilayah Jawa. Kemudian minyak tersebut ditawarkan kepada para pemimpin Darul Islam yang kemudian memberikan hak distribusi local kepada simpatisan mereka. Balasannya; mereka harus memberikan suaranya kepada Golkar".

Cara yang ditempuh Pitut berhasil, sehingga pada Pemilu 1971 Golkar menang mutlak. Namun menjelang Pemilu 1977, para pimpinan Komando Jihad membuat Ali Moertopo berang karena Danu sebagai salah seorang pimpinan Komando Jihad, mengatakan kalau organisasinya akan memberikan suaranya kepada PPP, bukan kepada Golkar. Dengan tuduhan akan melakukan makar, empat bulan sebelum Pemilu digelar, semua pimpinan Komando Jihad dan anggota-anggotanya yang berjumlah puluhan orang, ditangkapi dan dijebloskan ke penjara. Tentang hal ini, Janet Steele memberikan uraian sebagai berikut dalam bukunya yang berjudul "Wars Within, Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru";

"Pada Pemilu 1977, Laksamana Soedomo (seorang militer beragama Katolik), panglima Kopkamtib, mengumumkan adanya komplotan anti-pemerintah bernama "Komando Jihad". Pemilihan waktu pengumuman itu dipercaya berkaitan dengan otak segala skenario, yakni asisten pribadi Soeharto, Ali Moertopo, menimbulkan kepercayaan bahwa "Komando Jihad" adalah upaya yang didukung pemerintah untuk mendiskreditkan politik Islam sebelum pemilu berlangsung".

Sedang mengenai proses penangkapan, Umar Abduh dalam artikel berjudul "Latar Belakang Gerakan Komando Jihad" menguraikan begini;

"Jumlah korban penangkapan oleh pihak Laksusda Jaktim yang digelar pada tanggal 6-7 Januari 1977 terhadap para rekrutan baru H. Isma'il Pranoto mencapai 41 orang, 24 orang di antaranya diproses hingga sampai pengadilan. H. Isma'il Pranoto (Hispran) divonis seumur hidup, sementara para rekrutan Hispran yang juga disebut sebagai para pejabat daerah struktur II Neo NII tersebut, baru diajukan ke persidangan pada tahun 1982, setelah 'disimpan' dalam tahanan militer selama 5 tahun, dengan vonis hukuman yang bervariasi. Ada yang divonis 16 tahun, 15 tahun, 14 tahun hingga paling ringan 6 tahun penjara. H. Isma'il Pranoto disidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya tahun 1978 dengan memberlakukan UU Subversif PNPS No 11 Tahun 1963 atas tekanan Pangdam VIII Brawijaya saat itu, Mayjen TNI-AD Witarmin. Sejak itulah UU Subversif ini digunakan sebagai senjata utama untuk menangani semua kasus yang bernuansa maker dari kalangan Islam".

                                                       ……………………………..

"Di Jawa Tengah sendiri aksi penangkapan terhadap anggota Neo NII rekrutan H. Isma'il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun oleh Opsus, seperti Abdullah Sungkar maupun Abu Bakar Ba'asyir dan kawan-kawan berjumlah cukup banyak, sekitar 50 orang, akan tetapi yang diproses hingga ke pengadilan hanya sekitar 29 orang. Penangkapan terhadap anggota Neo NII wilayah Jawa Tengah rekrutan H. Isma'il Pranoto dan H. Husen Ahmad Salikun berlangsung tahun 1978-1979".

Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, salah seorang korban Komando Jihad, menuturkan pengalamannya ketika berada dalam pemeriksaan dan penahanan di Latsusda Diponegoro, Semarang; "Pemeriksaan yang dilakukan atas diri saya adalah dilakukan secara terus-menerus, siang dan malam. Bahkan sering-sering semalam suntuk. Kalau jawaban-jawaban saya tidak sesuai dengan kehendak pemeriksa, bukan saja ditolak, tetapi juga dicaci-maki yang menyakitkan hati, lalu pemeriksaan ditunda semauya. Pernah juga saya diperiksa oleh pemeriksa dari Jakarta, yaitu sdr. Bahar (pangkatnya saya lupa), selama empat hari empat malam tanpa memperhatikan kondisi fisik. Permintaan saya untuk istirahat, hanya diperkenankan sekali, sehingga pemeriksaan ini benar-benar di luar kemampuan fisik saya. Namun toh tetap dilanjutkan. Maka TERPAKSALAH jawaban yang saya berikan mengikuti apa maunya, yang penting cepat selesai dan istirahat".

Adanya penangkapan-penangkapan ini memberikan pembenaran bagi Ali Moertopo untuk mengeluarkan pernyataan melalui pemerintah, bahwa telah muncul bahaya makar yang dilakukan oleh ekstrimis Islam guna memecah belah NKRI. Dengan cara ini, Ali Moertopo berhasil membangun image bahwa umat Islam adalah warganegara yang tidak setia kepada NKRI, dan karena takut dianggap ikut-ikutan melakukan makar, maka umat Islam pun berbondong-bondong memilih Golkar.

Kenneth E. Ward mengakui, rezim Orde Baru sedari awal memang sudah menempatkan umat Islam melulu identik dengan Darul Islam, sehingga cenderung hendak menghancurkan Islam. Pendapat Kenneth ini dibenarkan William Widdle dengan pernyataannya yang sebagai berikut;

"Saya selalu berpendapat bahwa sejak awal orang CSIS (organisasi think tank Orde Baru yang didirikan Ali Moertopo) memang terlalu berprasangka terhadap politik Islam di Indonesia. Banyak kebijakan mereka, termasuk Golkar, diciptakan untuk melawan politik Islam yang sebetulnya, menurut pendapat saya, tidak perlu dilawan".

Heru Cahyono dalam buku "Peranan Ulama dalam Golkar, 1970-1980, dari Pemilu Sampai Malari", memberikan uraian yang hampir serupa. Ia menguraikan bahwa kebijakan politik Soeharto terhadap Islam amat merugikan umat Islam, karena kelompok Ali Moertopo yang memegang kendali begitu besar dalam pendekatan kepada umat Islam, berintikan tokoh-tokoh yang tidak Islami. Ini lah strategi kelompok Ali Murtopo untuk mengebiri politik umat Islam dan menjadikan Islam sebagai kambing hitam demi kepentingan politik Pater Beek, Soeharto, dan dirinya sendiri.
(bersambung ….)

Meletus Lagi, Sekitar Merapi Habis

Posted: 01 Nov 2011 08:38 PM PDT

Efek erupsi Gunung Merapi akhir 2010 lalu belum mengembalikan kondisi kawasan lereng Merapi seperti semula. Hutan dan tumbuhan belum kembali tumbuh, yang bisa menahan laju awan panas dan lahar. Begitu juga dengan jurang serta sungai-sungai untuk menampung muntahan material merapi. Sehingga bisa menimbulkan ancaman yang lebih besar jika terjadi erupsi berikutnya.

"Letusan berikutnya awan panas itu akan tertampung dimana? Itu (kawasan merapi) sudah seperti jalan tol saja," kata Surono, Kepala Badan Vulkanologi Mitigasi Klimatologi dan Geologi (BVMKG), saat ditemui VIVAnews.com, Yogyakarta, Selasa 1 November 2011.

Menurut dia, pada saat erupsi Merapi akhir tahun 2010 lalu masih ada hutan-hutan yang bisa menghambat luncuran awan panas. Kecepatan luncur awan panas dan lahar yang seharusnya 7 kilometer menjadi 5 kilometer. Begitupun dengan jurang-jurang yang berfungsi menampung material, sekarang jurang dan sungai telah terisi penuh.

"Nah sekarang tidak ada lagi yang harus di isi, tidak ada lagi yang harus dirobohkan, jadi meluncur dengan tanpa halang. Apakah itu bisa dihalangi oleh kita? Tidak," ungkapnya.

Jika Merapi ke depan menepati janjinya (erupsi kembali), kata Surono, bisa mengakibatkan jarak luncur yang lebih jauh dibandingkan tahun lalu.

"Kalau erupsi tanggal 5 November tahun lalu sampai 15 kilometer, jika terjadi lagi seperti tanggal 5 November dengan kondisi Merapi seperti sekarang, o la-la, mungkin bisa sampai 20 kilometer (luncuran awan panas). Itu minimal," terangnya.

Surono menambahkan, magma dalam tubuh Merapi terisi penuh bisa dalam orde bulanan, bisa 3 tahun atau 4 tahun.

Sementara itu, hingga saat ini magma yang ada dalam tubuh merapi belum tampak signifikan, tapi sudah mengisi. "Untuk awan panas itu hanya satu, menghindar sebelum terjadi. Kalau sudah terjadi saya tidak tahu bagaimana cara menghindar," tandasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar