Sang Pemburu Berita |
- Makan Terburu-buru Picu Diabetes
- Tokoh di Balik Kerusakan Indonesia - 19
- Unesco Terima Palestina, Amerika Ngamuk
Makan Terburu-buru Picu Diabetes Posted: 31 Oct 2011 09:48 PM PDT Mengunyah makanan dengan cepat adalah kebiasaan buruk yang biasa dilakukan di sela kesibukan. Tak hanya membuat usus bekerja lebih berat, kunyahan yang tak sempurna juga memicu kenaikan berat badan dan diabetes. Seperti dikitip VIVAnews dari Times of India, sebuah penelitian menyebut bahwa kunyahan cepat meningkatkan kuantitas gula dalam darah seketika. Kondisi ini membuat seseorang cenderung mengembangkan gangguan toleransi glukosa yang dikenal sebagai pra-diabetes. Dokter Pradeep Ratnaparkhi menjelaskan, "Kadar glukosa darah pada orang dengan gangguan toleransi glukosa menunjukkan angka lebih tinggi dari biasanya, sehingga meningkatkan risiko mengembangkan diabetes." Jika tidak segera diambil tindakan, bisa mengakibatkan diabetes tipe 2 dalam 10 tahun mendatang dengan angka kemungkinan mencapai 50 persen. "Makan dengan terburu-buru sangat tidak baik untuk kesehatan," katanya. Dalam sejumlah penelitian terdahulu, makan dengan kunyahan cepat mengakibatkan peningkatan jumlah kalori. Otak membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk menangkap sinyal perut sudah penuh. Jadi, makan cepat tak sampai 20 menit cenderung akan meningkatkan asupan sampai otak untuk menyadari perut sudah penuh. Peningkatan kalori akibat makan terlalu cepat seperti itu pada gilirannya juga terkait dengan pra diabetes dan diabetes tipe 2. "Menikmati makan dengan santai sembari melakukan diet sehat dan olahraga teratur dapat membantu mengontrol kadar gula darah dan mencegah diabetes," kata Ratnaparkhi. Jadi, biasakan menikmati makanan perlahan-lahan demi menciptakan tubuh langsing dan bugar! |
Tokoh di Balik Kerusakan Indonesia - 19 Posted: 31 Oct 2011 09:41 PM PDT Selama era Orde Baru, Golkar merupakan partai yang tak terkalahkan karena setiap warga Indonesia, terutama pegawai negeri, dipaksa memilih partai berlambang pohon beringin. Atau hak-haknya sebagai rakyat dikebiri dan dipersulit dalam mengurus banyak hal, termasuk KTP. Tak heran, karena seperti juga CSIS, Golkar adalah organisasi bentukan Beek yang dihidupkan demi menjaga Soeharto tetap langgeng di tampuk kekuasaan, dan misinya tercapai dengan baik. Dalam buku berjudul "Pater Beek, Freemason dan CIA', Sembodo mengutip penuturan Romo Dick Hartoko yang tertulis di Tempo, yang isinya begini; "Awal mula dari Golkar adalah ide seorang Romo Jesuit Beek". Romo ini bahkan menegaskan, Beek punya kedekatan dengan salah seorang pendiri CSIS, Ali Moertopo, yang kala itu masih aktif di Opsus dan BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara). Menurut Sembodo, Romo Dick Hartoko sama sekali tidak salah karena Ali Moertopo mendapat tugas dari Beek untuk menjadikan Golkar sebagai mesin politik yang efektif, sehingga dapat memenangi Pemilu dan mengalahkan partai Islam dan partai nasionalis. Bahkan untuk lebih memastikan kemenangan Golkar, Ali Moertopo mendirikan Badan Pemilihan Umum (Bapilu) yang sebagian besar orang-orangnya beragama Katolik. Tentang hal ini, Harold Crouch mengatakan begini; "Mengabaikan organisasi-organisasi Sekber-Golkar yang lama, strategi pemilihan Golkar dirancang oleh sebuah komite yang dikumpulkan oleh Ali Moertopo, yang sebagian besar terdiri dari bekas aktivis dari kesatuan aksi. Yakin akan kebutuhan untuk 'memodernisasi' politik Indonesia dengan mengurangi peranan partai-partai 'tradisional', para anggota komite yang dikenal dengan nama Badan Pemilihan Umum (Bapilu) itu berpandangan sekuler, di dalamnya banyak anggota yang beragama Katolik". Crouch juga tak keliru, karena pada pemilu pertama di era Orde Baru, yakni pada 1971, Jusuf Wanandi, kader Beek, aktif di badan ini. Dia kemudian menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP Golkar. Selain Bapilu, bidak-bidak Beek melakukan banyak manuver untuk membuat Golkar tak terkalahkan pada masa Orde Baru. Ketika diwawancarai Majalah Sabili, Suripto mengatakan, sebetulnya banyak pihak yang mengusulkan sistem dua partai seperti di Amerika, namun gagasan itu dimentahkan oleh Ali Moertopo yang menghendaki tiga partai. Satu partai jelas Golkar, sedang dua partai lainnya yang beraliran nasionalis dan Islam. Sejarah kemudian membuktikan, gagasan Ali Moertopo lah yang diimplementasikan Orde Baru, namun, tentu saja dengan mengebiri partai nasionalis dan Islam sehingga sepanjang era tersebut, kedua partai ini tak lebih dari figuran dalam dunia perpolitikan Indonesia agar Indonesia dipandang sebagai negara yang demokratis. Pengebirian PNI sebagai representasi partai nasionalis, dilakukan dengan menggembosi partai itu melalui kekuatan birokrasi. Para pegawai negeri "ditekan" agar memilih Golkar, dan yang membangkang akan dipecat atau kenaikan pangkatnya ditunda. Mengenai hal ini, Harold Crouch menjelaskan begini; "Menghadapi PNI, Golkar menggunakan Komendagri (Koperasi Departemen Dalam Negeri), suatu organisasi karyawan dari Departemen Dalam Negeri, darimana dulu PNI mendapatkan banyak dukungan. Pada tahun 1970, rupanya Menteri Dalam Negeri Amir Machmud memutuskan bahwa departemennya akan menjadi tulang punggung Golkar. Walaupun menteri selalu mengatakan bahwa para pegawai negeri masih diperbolehkan menjadi anggota partai masing-masing, tetapi ia menyatakan bahwa mereka yang mementingkan partai akan dipecat dan ia juga menyatakan bahwa keanggotaan partai sekurang-kurangnya akan menjadi hambatan bagi kenaikan pangkat". Pengebirian terhadap partai berideologi Islam dilakukan bidak-bidak Pater Beek dengan dua cara. Pertama, melarang berdirinya kembali Masyumi, sehingga ketika partai yang menjadi empat besar pada Pemilu 1955 itu mengajukan izin pendirian kembali, Presiden Soeharto sang penguasa Orde Baru menolaknya dengan alasan karena partai tersebut terlibat pemberontakan PRRI/Permesta. Ini alasan yang dibuat-buat, karena alasan yang sesungguhnya adalah Masyumi memiliki basis pendukung yang besar dari kalangan umat Islam. Jika izin pendirian kembali Masyumi diberikan, partai ini akan menjadi ganjalan besar bagi Golkar. Alasan lain mengapa Soeharto melarang Masyumi berdiri diutarakan Dr. George J. Aditjondro dengan ungkapan sebagai berikut; "Kebetulan sekali setelah Gestapu, pihak Islam (terutama mantan Masyumi) dianggap meminta terlalu banyak imbalan jasa atas partisipasinya dalam penumpasan Gestapu. Padahal Soeharto dan pimpinan ABRI lainnya sudah berkeputusan untuk mengelola sendiri Negara dan tidak akan berbagi kekuasaan dengan siapa pun, apalagi dengan kekuatan Islam. Ketegangan Islam melawan tentara ini lah yang melicinkan dipraktikkannya doktrin lesser evil Pater Beek tersebut". (bersambung …) |
Unesco Terima Palestina, Amerika Ngamuk Posted: 31 Oct 2011 09:33 PM PDT Unesco resmi mengkui Palestina sebagai anggota tetap setelah melalui pemungutan suara atau voting. Dari suara 173 negara yang ikut pemungutan suara, 107 mendukung dan 14 menentang sementara 52 abstain. Perancis termasuk yang mendukung di samping hampir semua negara Arab, Afrika, Amerika Latin, dan negara Asia termasuk Cina dan India. Sementara yang abastain adalah Jepang dan Inggris, dan yang menolak adalah Israel, Amerika, Kanada, Australia, dan Jerman Menyusul hasil voting ini, Dewan Keamanan PBB pada November ini akan memutuskan apakah Palestina bisa mendapatkan keanggotaan penuh PBB atau sebaliknya, dan Amerika telah menegaskan akan menggunakan hak veto-nya untuk menentang langkah itu. Para pemimpin Palestina menganggap keanggotaan untuk badan kebudayaan PBB sebagai langkah untuk mendapatkan pengakuan internasional dan menekan Israel. "Kami rasa langkah ini akan kontraproduktif… Satu-satunya jalan bagi Palestina adalah melalui perundingan," kata Wakil Menteri Pendidikan Amerika Martha Kanter kepada para delegasi menjelang pemungutan suara. Israel mengatakan pemberian status anggota penuh di UNESCO akan membahayakan prospek perundingan damai Timur Tengah. "Ini manuver sepihak Palestina yang tidak akan mengubah situasi di lapangan, namun akan mengganggu kemungkinan perjanjian damai," kata Departemen Luar Negeri Israel dalam satu pernyataan. "Keputusan ini tidak akan mengubah Otorita Palestina menjadi negara namun akan akan membebani langkah memulihkan perundingan," tambah pernyataan itu. Amerika Serikat langsung bereaksi keras dengan menghentikan pemberian bantuan kepada Unesco karena menerima Palestina sebagai anggota. AS mengatakan keputusan Unesco prematur, dan tidak dapat diterima. Seperti dilansir kantor berita Reuters, Senin 31 Oktober 2011, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Victoria Nuland, mengatakan pemerintah Gedung Putih membatalkan pemberian bantuan sebesar US$60 juta (Rp531 miliar) yang rencananya diserahkan pada November tahun ini. "Keanggotaan Palestina di Unesco memicu pelanggaran legislatif yang menyebabkan AS menghentikan pemberian kontribusi ke Unesco. Keputusan keanggotaan Palestina sangat disesalkan, prematur dan merendahkan tujuan bersama akan terciptanya perdamaian berkesinambungan di Timur Tengah," kata Nuland. Tercatat, sebanyak 22 persen dana bantuan organisasi PBB di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan budaya berasal dari Amerika Serikat. Di Unesco, AS adalah pemberi bantuan terbanyak di antara negara anggota lainnya. Direktur jenderal Unesco, Irina Bokova, mengakui lembaganya memang akan kekurangan dana tanpa bantuan dari AS. Namun, mereka akan dapat mengatasinya. "Saya yakin ini akan menjadi tanggungjawab semua untuk memastikan Unesco tidak mengalami kesulitan keuangan," kata Bokova. Unesco adalah badan PBB pertama yang mengangkat Palestina sebagai anggota penuh. Unesco mengatakan, keanggotaan Palestina di Unesco tidak ada hubungannya dengan upaya pengakuan kedaulatan di PBB yang saat ini masih dibicarakan. Status Palestina di Unesco sejak tahun 1974 adalah pengamat. Selain keuntungan diplomatis, jika menjadi anggota Unesco, pemerintah Palestina dapat mendaftarkan monumen, atau daerah bersejarah di negara mereka untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia. |
You are subscribed to email updates from Sang Pemburu Berita To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar