Sang Pemburu Berita |
Indonesia dalam Incaran Mafia China Connection - 2 Posted: 23 Mar 2014 07:59 AM PDT SANGPEM - Suasana sangat berbeda terjadi di Balaikota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, sejak setelah Jokowi-Ahok dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi pada Oktober 2012 sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017. Bukan karena Jokowi memenuhi janjinya untuk hanya berada satu jam di kantor, dan selebihnya di lapangan (blusukan), tapi juga dalam hal peliputan wartawan yang ngepos di kantor gubernur DKI Jakarta tersebut. Ketika gubernur provinsi terkaya di Indonesia ini masih dijabat Fauzi Bowo, Sutiyoso, Suryadi Sudirja dan sebagainya, press room wartawan Balaikota hanya satu, yakni yang berada di lantai dasar gedung Blok D Kompleks Balaikota. Namun setelah Jokowi dilantik, press room "beranak" menjadi tiga karena ada dua tambahan press room baru. Yang pertama di teras Balai Agung Balaikota DKI Jakarta, dan kedua di lantai dua gedung Blok F Balaikota, persis di seberang ruang kerja Ahok. Penambahan ini praktis menambah jumlah wartawan yang meliput di kantor orang nomor 1 dan 2 di DKI tersebut dari sekitar 45-an orang, menjadi lebih dari 100 orang. Uniknya, wartawan yang "ngepos" di dua press room tambahan tersebut memiliki tugas yang serupa tapi tak sama dengan yang ngepos di press room yang pertama, karena wartawan yang ngepos di teras Balai Agung, yang terdiri dari wartawan media cetak, radio, televisi dan online, hanya bertugas mengikuti Jokowi blusukan kemana-mana. Sedang yang ngepos di lantai dua Blok F bertugas mewawancarai Ahok untuk hal apa pun. Yang lebih unik, wartawan-wartawan yang "menghuni" press room di teras Balai Agung maupun di lantai dua Blok F, kebanyakan wartawan dari media yang sama dengan yang "menghuni" press room yang di lantai gedung Blok D, sehingga otomatis setelah Jokowi-Ahok menjadi DKI 1 dan 2, hampir semua media di Jakarta menempatkan sedikitnya tiga wartawan di Balaikota DKI Jakarta. Luar biasa! Konon, berdasarkan informasi yang beredar di lingkungan Balaikota, media-media yang wartawannya mengikuti Jokowi blusukan dan yang khusus mewawancarai Ahok, telah dikontrak, tapi bukan oleh Jokowi dan Ahok dengan menggunakan dana dari APBD, melainkan dari pihak luar Pemprov DKI yang memang tengah "menggiring Jokowi" menjadi presiden, dan menyetting Ahok agar menjadi gubernur DKI Jakarta. Tujuannya jelas, untuk mencitrakan Jokowi sebagai tokoh yang membumi dan layak dipilih sebagai presiden pada Pilpres 2014. Bahkan lembaga-lembaga survei yang selalu menempatkan Jokowi sebagai top of the top dari semua capres, juga diduga dibayar untuk menggiring opini ke arah yang sama. Informasi ini dibenarkan pegiat LSM senior yang telah puluhan tahun malang melintang di Balaikota dan DPRD DKI Jakarta, Amir Hamzah. "Ya, itu ada yang membayar untuk pencitraan Jokowi agar terbentuk opini kalau Jokowi tokoh masa depan yang layak dipilih dalam Pilpres," katanya. Soal dibayarnya media-media dan lembaga survei tersebut, juga dipublikasikan VOA Islam dan dikutip akhirzaman.info. Mereka menyebut, media-media yang dikontrak adalah media-media yang berada di bawah panji First Media Grup, Detik Grup, Kompas/Gramedia Grup, Jawa Pos Grup, Tempo, Tribunnews Grup, Metro TV. SCTV Grup, dan Vivanews Grup. VOA Islam bahkan mengatakan, demi pencitraan tersebut, pihak yang tengah menjadikan Jokowi sebagai "boneka kepentingannya" tersebut juga memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Twitter, Kaskus, dan lain-lain yang dijalankan oleh ratusan relawan bayaran yang bergabung dalam JASMEV (Jokowi Ahok Social Media Volunteer). Jejaring sosial ini dimanfaatkan untuk meng-counter pemberitaan maupun isu-isu dan komentar miring tentang Jokowi agar tidak berkembang menjadi opini publik yang merugikan. Soal counter meng-counter isu dan pemberitaan ini, sempat pula dikeluhkan Amir Hamzah karena katanya, kini berita-berita yang dibuat wartawan Balaikota tak ada yang kritis, meski kebijakan Jokowi-Ahok tidak selalu benar. "Mereka sepertinya takut, karena katanya, sekali mereka membuat berita miring, mereka langsung diserang dengan berbagai komentar yang membuat mereka mikir dua kali sebelum membuat berita yang sejenis," katanya. Sekarang pertanyaannya adalah, siapakah yang terlibat dalam Mafia China Connection yang tengah berupaya mengusai Jakarta dan Indonesia dengan menjadikan Jokowi sebagai boneka yang dikendalikannya? Dan apa tujuan terbesarnya? (bersambung) |
You are subscribed to email updates from Sang Pemburu Berita To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar