Sang Pemburu Berita |
Yahudi Rusak Sendi-sendi Kehidupan Goyim - 7 Posted: 18 Jul 2012 05:31 PM PDT Tenaga kerja merupakan salah satu elemen penting dalam menggerakkan perekonomian negara. Sistem ketenagakerjaan yang baik adalah jika upah yang diterima sesuai dengan beban kerja yang ditanggung. Namun dengan kekuatan uang dan kekuasaan, Yahudi sukses mendorong banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk menerapkan suatu sistem yang hanya menguntungkan para pengusaha dan pemilik modal, dan merendahkan derajat para pekerja; kapitalisme. 6. Yahudi kangkangi SDM dunia Hingga kini belum ada definisi universal dari kata "kapitalisme" yang dapat diterima secara luas oleh berbagai pihak, namun demikian ada pendapat yang menyatakan bahwa kapitalisme adalah suatu paham dimana pemilik modal dapat melakukan usaha demi meraih keuntungan sebesar-besarnya, dan demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, namun dapat melakukan intervensi secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi (baca; investor atau pemilik modal). Menurut sejumlah ekonom, kapitalisme mulai muncul di Eropa sekitar abad ke-16, atau pada masa perkembangan perbankan komersial di Benua Biru itu. Sistem ini dipahami sebagai sebuah sistem perniagaan dimana sekelompok individu maupun kelompok tertentu, dapat bertindak sebagai suatu badan yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan manusia, guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis terlebih dulu harus mendapatkan bahan baku dan mesin, setelah itu baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku yang diolah. Namun demikian, ada pula ekonom yang mengatakan bahwa sistem kapitalisme mulai dikenal sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild yang merupakan cikal bakal kapitalisme. Kini kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan, menjadikan kapitalisme lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu. Sebelum kapitalisme muncul, perniagaan dilakukan dan didominasi oleh pemerintah, sehingga muncul ketimpangan ekonomi. Kondisi ini menimbulkan pemikiran bahwa para borjuis, kaum bangsawan yang kala itu memegang peranan penting dalam ekonomi perdagangan yang didominasi negara, yang dikenal dengan istilah merkantilisme, harus melibatkan masyarakat pemilik modal guna menunjang pola kehidupan masyarakat. Salah satu tokoh yang menyerang sistem merkantilisme adalah Adam Smith. Tokoh ekonomi kapitalis klasik ini menganggap, merkantilisme kurang mendukung ekonomi masyarakat karena para psiokrat menganggap bahwa tanah adalah sesuatu yang paling penting dalam pola produksi. Padahal menurut dia, gerakan produksi haruslah digerakkan sesuai konsep MCM (Modal-Comodity-Money atau modal-komoditas-uang) yang menjadi suatu hal yang tidak akan berhenti karena uang akan beralih menjadi modal lagi, dan akan berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith melihat bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), sehingga pasar harus memiliki laissez-faire atau kebebasan dari intervensi pemerintah, dan pemerintah seharusnya memposisikan diri hanya sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya.
Pada 1848, Marx menulis begini; "Model dari revolusi 1789 (Prancis) adalah revolusi 1648 (Inggris), dan model untuk revolusi 1648 hanyalah Pemberontakan Belanda terhadap Spanyol".
Marx bahkan menjelaskan bahwa "Awal penaklukan dan penjarahan di Hindia Timur (Indonesia-red), menandai fajar indah dari era produksi kapitalis di negara ini". Sistem kapitalisme ini dipertahankan Presiden Soeharto melalui UU No 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, dan dikuatkan Presiden Megawati Seokarnoputri dengan UU No 13 Tahun 2003 yang merupakan revisi UU No 25. Indikasi bahwa kedua UU ini melanggengkan kapitalisme, tercermin dari keberpihakan UU itu kepada pengusaha/pemilik modal, sehingga upah buruh Indonesia menjadi termasuk yang paling murah di dunia. Yang diatur UU No 13 bahkan lebih parah lagi, karena pasal 64, 65 dan 66 UU itu mengizinkan pengusaha menggunakan tenaga outsourcing (alih daya), sehingga kaum buruh makin terpuruk akibat banyak perusahaan yang kini lebih suka memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM)-nya dengan menggunakan perusahaan pemasok tenaga kerja yang karyawan-karyawannya dapat diperkerjakan dengan sistem kontrak. Tak heran jika baik ketika UU No 25 maupun No 13 masih dibahas di DPR pun, kaum buruh keras menolak kedua UU itu. Sayangnya, dengan dalih demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, pemerintah maupun DPR menutup mata dan telinga, meski penerapan sistem kapitalisme bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, karena pasal-pasal 64, 65 dan 66 memicu ketidakpastian hukum, berparadigma konflik, dan memosisikan pekerja sebagai manusia upahan, bukan mitra pengusaha. Celakanya, seperti diungkap Drs. Soeharto Msi, ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (FE UII) dalam artikel yang dipublikasikannya di sebuah harian ekonomi nasional, meski setiap tahun umpah minimum regional (UMR), upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum Kota/Kabupaten (UMK) dinaikkan pemerntah daerah-pemerintah daerah, namun tetap saja nilainya selalu di bawah KHL (kebutuhan hidup layak). Sebab, setiap kali UMR/UMP/UMK dibahas di Dinas Tenaga Kerja, pengusaha selalu menolak memberikan upah yang mendekati, apalagi sesuai KHL, sehingga meski pembahasan yang melibatkan tiga pihak, yakni pemerintah, perwakilan buruh dan perwakilan pengusaha, itu selalu alot, pada akhirnya, dengan beragam dalih, Dinas Tenaga Kerja lebih mengakomodir aspirasi pengusaha dan mengorbankan kebutuhan buruh untuk dapat menerima upah yang layak. "Sistem pengupahan buruh yang seperti ini lah yang antara lain menempatkan posisi buruh pada jalan buntu bagi peningkatan kesejahteraannya," kata dia. Bukti bahwa sistem kapitalisme sengaja dikembangkan Yahudi agar mereka menjadi penguasa perniagaan dan perekonomian, tertuang dalam program ketujuh Freemasonry yang dinamakan "Protokol". Program ini menjelaskan tentang rencana Yahudi menguasai dunia, di antaranya menghancurkan ekonomi suatu negara, menghancurkan moral suatu bangsa, dan sebagainya. Dengan program ini, Yahudi dapat menjadi penguasa ekonomi dunia, dan bahkan mengatur dinamika politik di banyak negara. (bersambung) |
You are subscribed to email updates from Sang Pemburu Berita To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar