Sang Pemburu Berita |
Sejak 1990, Indonesia Telah Alami Outbreak Tomcat Posted: 22 Mar 2012 05:41 PM PDT PUBLIK Indonesia punya "mainan" baru; Wabah Tomcat. "Mainan" ini mampu menyedot perhatian publik dan mengalihkan fokus perhatian dari kasus-kasus yang membelit para elit partai penguasa negeri ini; Partai Demokrat, seperti kasus Wisma Atlet, Hambalang, dan Century. Tomcat sebenarnya bukan serangga baru di Indonesia. Dia telah lama ada. Hanya saja, akibat gangguan keseimbangan alam, jumlah korban serangga ini menjadi begitu menghebohkan. Tomcat yang bernama latin Paederus fuscipes, membuat sensasi mulai 13 Maret 2012 lalu dengan cara "menyuntikkan" racunnya ke tubuh sejumlah penduduk di Surabaya, Jawa Timur, sehingga dalam waktu kurang dari sepekan, sedikitnya 155 penduduk di sana terdata telah menjadi korban. Setelah itu, media memberitakan kalau korban Tomcat ditemukan di berbagai daerah di sekitarnya, seperti di Bali, Boyolali dan Situbondo, lalu di Jogjakarta. Korban serangga bertubuh belang-belang merah dan hitam ini juga kemudian ditemukan di Jawa Barat seperti ke Bekasi dan Tasikmalaya, serta di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Kulit para korban Tomcat semuanya mengalami dermatitis, seperti kulit yang melepuh, gatal, dan panas. Tak ada yang meninggal, karena racun tomcat sebenarnya dapat diatasi dengan salep dan atibiotik. Hanya saja, memang, jika telah sembuh, di kulit korban akan terdapat flek hitam. Benarkah wabah Tomcat dapat menyebar dari satu daerah ke daerah-daerah lain? Oh, ternyata tidak, karena Tomcat terdapat di semua daerah di Indonesia, bahkan juga di luar negeri. Menurut pakar serangga dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hari Sutrisno, Tomcat merupakan serangga yang kosmopolitan karena ada dimana-mana; di sawah, taman kota, hutan, halaman rumah, dan lainnya. "Serangga ini menyukai tempat lembab," jelasnya. Guru besar ilmu serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Aunu Rauf, bahkan tegas menampik bahwa Tomcat dapat menyebar kemana-mana. "Tomcat ada di setiap daerah. Jadi tidak menyebar. Siapa pun bisa kena serangga ini, dan itu sudah lama," tegasnya kepada Kompas.com. Namun demikian Hari mengakui kalau serangan Tomcat di Surabaya memang fenomenal karena memakan korban cukup banyak. "Tapi masyarakat tak perlu terlalu khawatir karena serangan ini tidak akan berlangsung lama, paling banter satu bulan," imbuhnya. Manager Forum Konservasi Satwa Liar (Foksi) Jawa Timur, Indra Harsaputra, mengatakan, Tomcat merajalela akibat perburuan tokek yang terus menerus oleh masyarakat, karena tokek merupakan predator alias pemangsa kumbang rove (tomcat). "Jadi kalau saja keseimbangan alam dijaga, wabah ini belum tentu terjadi," tegasnya. Pakar serangga dan hama dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Suputa, mengatakan, ledakan populasi serangga, termasuk Tomcat, memiliki periode tertentu dan berbeda di tiap daerah. Ulat bulu, misalnya, di satu daerah 10 tahun, sedangkan di daerah lain bisa 100 tahun. "Di Jogjakarta, ledakan Tomcat terjadi setiap 4 tahun sekali," imbuhnya. Ledakan populasi serangga terjadi akibat jejaring makanan yang kompleks, dinamika populasi predator, dan hewan yang dimakan. Selain itu, juga disebabkan karena faktor lingkungan. Namun, di luar itu ada sebab lain, yakni faktor intrinsik dalam serangga itu sendiri. Faktor tersebut masih misterius. Menurut Suputa, ledakan populasi atau outbreak tomcat kali ini menjadi momentum untuk memantau dinamika populasi serangga. "Populasi tomcat akan berkurang dengan sendirinya seiring masuknya musim kemarau karena berkurangnya pasokan mangsanya. Masyarakat hanya butuh informasi tepat untuk menangani tomcat sehingga saat menjadi korban, penanganannya tepat," imbuh dia. Kementerian Kesehatan mencatat, kumbang rove atau Tomcat telah mewabah pada 2008. Menurut keterangan tertulis dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, wabah tersebut terjadi di Tulungagung. Saat itu kumbang yang racunnya memicu dermatitis pada kulit manusia, muncul di areal perumahan yang dikelilingi kebun tebu. Sebanyak 260 orang di sana menjadi korban. Pada tahun yang sama, serangan kumbang yang sering disebut semut semai atau semut kayap itu muncul di wilayah Tulungagung yang lain, tepatnya Kecamatan Besuki dengan habitat tanaman padi dan jagung. Sedikitnya 60 orang menjadi korban. Pada 2009, kumbang yang seluruh tubuhnya, kecuali sayap, mengandung racun paederin (C25 H45O9N) itu membuat 50 orang di Kota Gresik menderita gatal-gatal. Dan pada 2010, predator serangga pertanian itu juga membuat sekitar 20 orang di Kenjeran, Surabaya. Namun demikian, outbreak tomcat di Indonesia sebenarnya pernah terjadi pada 1990. Kejadian ini juga pernah melanda Okinawa, Jepang pada 1966; Iran pada 2001; Sri Lanka pada 2002; Pulau Pinang, Malaysia pada 2004 dan 2007;, India Selatan pada 2007; dan Irak pada 2008. Jadi, kalau saja kita dapat menjaga keseimbangan alam dan tahu tentang kekayaan fauna di sekitar kita, ledakan Tomcat takkan terjadi, dan kita juga tidak mudah heboh. |
You are subscribed to email updates from Sang Pemburu Berita To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar