Selasa, 30 Oktober 2012

Sang Pemburu Berita

Sang Pemburu Berita


Ajaran Islam di Indonesia Mengandung Bid'ah dan Syirik - Habis

Posted: 28 Oct 2012 05:50 PM PDT

Walisongo merupakan majelis para ulama yang berjasa besar dalam menuntun mayoritas rakyat Indonesia ke dalam cahaya Islam. Kelak, di akhirat, hanya umat Muhammad SAW dan umat para Nabi serta Rasul terdahulu yang mendapat tempat di surga-Nya, asalkan umat-umat ini melaksanakan ajaran yang dibawa para Nabi dan Rasul itu dengan benar dan tidak menyimpang.

Tak dapat dipungkiri bahwa masuknya ajaran Hindu dalam ajaran Islam yang disebarkan Walisongo merupakan dampak dari pola akulturasi yang digunakan, sehingga tidak sedikit peneliti Islam dan mubaligh yang menilai kalau sesungguhnya dakwah yang dilakukan Walisongo masih harus diteruskan oleh para mubaligh dan ulama masa kini, agar ajaran Islam yang difahami dan dijalankan masyarakat Indonesia sesuai dengan yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SWT.

Tak sulit untuk memahami mengapa Walisongo menggunakan pola akulturasi dalam menyebarkan ajaran Islam di Indonesia. Dalam buku berjudul "Nusantara: A History of Indonesia" yang ditulis sejarawan Belanda Bernard H. M. Vlekke, Luthfi Assyaukanie membuat kata pengantar yang menarik. Ia menulis begini;

"Para raja Jawa, menurut Vlekke, memilih Islam bukan karena mereka suka dengan agama itu, tapi karena situasi politik lah yang mendorong mereka bertindak demikian. Pada abad ke-16 M, para pelaut Portugis mulai menjejakkan kakinya di pantai-pantai Jawa, sehingga para raja Jawa dihadapkan pilihan sulit antara memilih bersekutu dengan Portugis atau bekerjasama dengan Johor dan Demak, yang berarti harus memilih antara Kristen dan Islam.

Melihat perilaku Portugis dan catatan kecurangan-kecurangan mereka, raja-raja Jawa kemudian memilih Islam. Agaknya bukan hanya rasa kedekatan budaya dan sejarah masa silam yang membuat mereka lebih menerima bersekutu dengan kerajaan-kerajaan Islam, tapi juga karena agama ini memberikan fleksibilitas yang tinggi ketimbang Kristen. Jika mereka masuk Kristen, bukan hanya mereka harus tunduk pada kekuasaan Portugis, tapi juga harus mengganti tradisi mereka dengan budaya baru yang dibawa oleh orang-orang kulit putih itu..."

Dari paparan ini sangat jelas bahwa penyebaran Islam di Tanah Jawa oleh Walisongo bukanlah perkara mudah, sehingga pola akulturasi pun dipilih. Tentu, para Walisongo bukannya tak mengerti dampak dari pilihannya itu karena di antara mereka ada yang berasal dari Timur Tengah, kawasan dimana Islam diturunkan. Namun lebih pada strategi belaka agar Islam dapat disebarkan ke seluruh penjuru Bumi.

Dalam makalah berjudul "Islam dan Akulturasi Budaya Lokal", peneliti Islam Irfan Salim mengatakan; "Islam adalah agama yang berkarakteristikkan universal dengan pandangan hidup (weltanchaung) mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan dan kehormatan, serta memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti (core value) dari seluruh ajaran Islam. Pada saat yang sama, dalam menerjemahkan konsep-konsep langitnya ke bumi, Islam mempunyai karakter dinamis, elastis dan akomodatif dengan budaya lokal, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Permasalahannya terletak pada tata cara dan teknis pelaksanaan. Inilah yang diistilahkan Gus Dur dengan "pribumisasi Islam."

Maka jelas sudah mengapa Walisongo memilih akulturasi sebagai strategi menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Tinggal kini bagaimana kita memahami dan mengetahui Islam yang benar sesuai yang dirisalahkan Nabi Muhammad SAW, dan melaksanakannya dengan sebenar-benarnya. Tidak lagi menjadi Islam KTP atau orang Indonesia yang menganut ajaran Islam karena "warisan" keluarga atau leluhur. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar